Pandemik Covid-19 yang entah kapan ujungnya berdampak ke segala aspek, termasuk pendidikan. Pembatasan jarak sosial pun mengharuskan kampus melaksanakan perkuliahan secara daring, sistem perkuliahan yang mungkin tidak asing ditelinga kita sejak dulu, namun banyak dari kita yang tidak siap baik secara psikologi maupun secara fasilitas. Salah satu ketidaksiapan itu terlihat dari kita yang mungkin awalnya kebingungan menggunakan beragam platform pertemuan daring, lalu kemudian terjebak dalam fase "kecanduan". Karena perubahan yang tiba-tiba inilah, berbagai kampus mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru demi mengadaptasi sistem perkuliahan daring yang diharapkan dapat memudahkan baik pengajar maupun mahasiswa. Ada yang membuat kebijakan sekadar berupa aturan-aturan pelaksanaan, ada pula yang langsung memberikan kebijakan berupa solusi atau aksi nyata misalnya memberikan subsidi kuota internet kepada mahasiswa. Tapi apa pun itu, yang namanya kebijakan, pasti ada pro dan kontra dari
“What does a poet bring to the table in the world, we are facing his skillset was the definition of useless.” Itulah yang dikatakan oleh dosen filsafat yang diperankan oleh James D’Arcy pada film After The Dark atau biasa dikenal The Philosopher . Film yang disutradarai oleh John Huddles ini berkisah tentang kegiatan pembelajaran filsafat di suatu sekolah internasional di Jakarta. Filsafat diajarkan oleh sang dosen dengan cara menantang mahasiswanya untuk melakukan percobaan pemikiran tentang bagaimana seharusnya mempertahankan peradaban manusia. (Karikatur oleh tempo) Diumpamakan sebuah bencana besar akan terjadi yang mengakibatkan meninggalnya manusia karena radiasi. Namun terdapat sebuah bangker yang dapat melindungi manusia dari dampak radiasi. Namun bangker tersebut hanya dapat menampung 10 orang selama setahun. Dua puluh mahasiswa diwajibkan ikut dalam percobaan tersebut, termasuk sang dosen dengan cara memilih sebuah kertas yang berisi daftar jenis pekerjaan m