Pandemik Covid-19 yang entah kapan ujungnya berdampak ke segala aspek, termasuk pendidikan. Pembatasan jarak sosial pun mengharuskan kampus melaksanakan perkuliahan secara daring, sistem perkuliahan yang mungkin tidak asing ditelinga kita sejak dulu, namun banyak dari kita yang tidak siap baik secara psikologi maupun secara fasilitas. Salah satu ketidaksiapan itu terlihat dari kita yang mungkin awalnya kebingungan menggunakan beragam platform pertemuan daring, lalu kemudian terjebak dalam fase "kecanduan". Karena perubahan yang tiba-tiba inilah, berbagai kampus mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru demi mengadaptasi sistem perkuliahan daring yang diharapkan dapat memudahkan baik pengajar maupun mahasiswa. Ada yang membuat kebijakan sekadar berupa aturan-aturan pelaksanaan, ada pula yang langsung memberikan kebijakan berupa solusi atau aksi nyata misalnya memberikan subsidi kuota internet kepada mahasiswa. Tapi apa pun itu, yang namanya kebijakan, pasti ada pro dan kontra dari
Taukah kau rindu itu apa?
Tataplah jernihnya sungai Ja’niah
Yang membelah jalan dekat rumah kita dulu
Anak-anak sungai bertemu kemudian menyatu
Airnya jernih terus mengalir
Seperti itulah rindu.
Beberapa lelaki duduk di teras rumah joglo
itu, bernyanyi sambil memainkan gitar. Rumah kedua di samping kanannya juga
terbuat dari susunan batu bata dengan model yang sama, sekelompok wanita
bergerumul di depan pintu masuk. Menatap kami (Aku dan Sofie) atau mungkin
sekadar memandangi baju kami yang berwarna mencolok, merah hijau. “Mahasiswa
KKN UNHAS” tertulis pada dada kanan dan ayam jantan bertengger kokoh di lengan
kanan. Aku diliputi rasa canggung, deg-degan, dan sedikit cemas ketika pertama
kali kulangkahkan kaki turun dari motor. Tak seorang pun yang kukenal kecuali
Sofie yang datang bersamaku, begitu pula Sofie. “Selamat datang di Nagari
Sikucur. Semoga betah selama KKN,” gumamku.
Mereka menyambut baik, meski kadang
saling berbisik dalam bahasa yang tak mampu kuterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Aku diliputi beberapa pertanyaan dari mereka, juga dari diriku
sendiri. Bagaimana akan kulewati KKN ini
selama satu bulan bersama orang-orang baru? Kucek pemberitahuan pada Hp,
namun tak kudapati apa-apa dan takkan pernah ada. Tidak ada jaringan. Selamat!
Oh, maaf. Itu bukan posko kami. Itu
posko korong (kelompok 3) yang nantinya akan menjadi tempat kita sering kumpul.
Ada 5 korong yang akan ditempati mahasiswa KKN di Sikucur, alhasil aku
berlainan Korong dengan Sofie. Korong 4 adalah takdirku dan ia di Korong 1.
Hari semakin sore, kembali kuangkat koper dan tas. Motor melaju ke poskoku yang
sesungguhnya. Sampai bertemu lagi Sofie!
Beberapa menit melewati jalan beraspal,
motor berbelok ke jalan kerikil berdebu dan sempit, kiri kanannya adalah sawah
dan beberapa bangunan yang belum jadi. Melewati sebuah jembatan dan sedikit
pendakian hingga tibalah pada rumah sederhana di atas bukit. Dindingnya kayu dan
tripleks yang disusun rapi dan dilubangi bebarapa titik sebagai jendela. Satu
set kursi dan dua buah karpet dipasang pada lantai semen ruang tamu, juga
sebagai ruang serba guna.
Hal pertama yang kulakukan tentunya
adalah memperkenalkan diri dan mengenal mereka. Maklum saja, mereka telah saling
kenal karena berasal dari kampus yang sama dan telah melalui pra-KKN.
Mengunjungi lokasi KKN sama-sama serta telah merencanakan program kerja. Serta
mereka tiba di posko sehari lebih awal dari pada aku. Logat Makassarku
kutanggalkan untuk sesaat.
Mereka, mahasiswa UNAND tidak kalah
modern seperti mahasiswa UNHAS, namun satu hal yang sangat kukagumi: kecintaan
mereka terhadap bahasa sendiri, Minang. Entah di kampus atau di luar mereka
lebih sering bercakap dalam bahasa Minang dari pada menggunakan bahasa
Indonesia. Aku kesulitan mencerna pembicaraan mereka, tapi itulah tantangannya.
Lagi pula mereka tak pernah keberatan untuk menjelaskan maksudnya. Dan belajar
bahasa Minang adalah salah satu tujuanku mendaftar KKN ini (KKN Tematik
Sumatera Barat, UNHAS-UNAND).
Aku banyak diam dan menyimak pada
hari-hari pertama. Berusaha menyesuaikan dulu. Mereka juga sangat menghargai
dan mengerti aku sebagai mahasiswa Makassar. Mereka selalu bertanya tentang
kebiasaan orang-orang Makassar bahkan awalnya agak segan meminta tolong ke aku,
sebaliknya aku yang segan kalau tidak membantu.
Tapi sepertinya aku masih merasa lebih
beruntung dibanding mahasiswa Unhas di nagari lainnya, teman poskoku tak
semuanya asli minang dan masih lebih gaul berbahasa. Tak selalu berbahasa
Minang. Ah, Iyyokah? Baik, aku harus memperkenalkan mereka.
(Aku, Ardi, bang Ari dan It) |
Yudhistira Asri Poetra-dipanggil Ardi,
ketua korong kami (semacam kordes) adalah orang paling sering mengajakku jalan
keluar dari posko, terutama pada awal-awal KKN. Beli air galon dan bahan buka
puasa, mandi atau pun sekadar kumpul di Korong lain. Dan tentu selalu memberi
lampu hijau jika aku ingin jalan-jalan bersama yang lain. Pokoknya pengertian.
Ia jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP UNAND.
Iit (Itmardi Lismana), jurusan Ekonomi
Pembangunan, FE juga sama baiknya. Ngajak jalan, dan sebaginya. Dialek Soloknya
membuatku kadang susah menangkap pembicaraannya apalagi saat di atas motor.
Tapi dia guide yang baik, selalu
memberikan penjelasan tentang tempat-tempat yang dilalui dan dikunjungi
misalnya ketika ke Bukit Tinggi.
Bang Ari (Yuari Kamizal) paling suka melucu kayaknya. Sering mencairkan
suasana di posko dengan cara mengganggui Icha, mencandaiku juga kadang-kadang. Selalu
butuh tambahan waktu 5 menit kalau dibagunkan sahur. Tapi dia juga rajin dan strong naknya. Ia 2010 di jurusan Teknik Sipil. Eh, Ia senang memanggilku si
Somad. :)
(Kak Resi, Gabby, Icha, Eby) |
Resi Zulyani, kami memanggilnya Akak Resi, angkatan 2010 Pendidikan
Dokter yang sementara KOAS. Paling dihormati dan disegani di posko. Juga paling
dekat sama anak-anak kecil dan ibu-ibu Durian Kadok. Selalu sabar dan santai
mengahadapi candaan cobaan bahkan sebelum negara api menyerang (apa?)
Icha, alias Jihan Faradisha. Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat yang jas almamaternya dipenuhi lambang organisasi ini dan itu,
lengan kanan dan kirinya sudah hampir penuh. Cengeng, kyaknya tidak. Tapi manja
iyya. Hahahha… (maaf Ica, bukan aku yang bilang kok). Lucu juga iyya kyaknya. Dan pastinya asyik didengar bercerita.
Fabby Catherine, Eby. Paling jago
masak, cukup menelpon mama terus minta resep, jadilah menu berbuka puasa kami.
Beberapa kali jatuh sakit di posko, tapi sebenarnya dia strong, iyyalah anak UKM Olahrahga. Semoga sekarang sehat terus ya
Eby.
Geby- Gabby Chikita, jurusan Ilmu
Hukum. Paling pendiam diantara kita, tapi ia juga sering gabung kalau lagi
bercanda-bercanda. Ardi, sabar ya… (Hahaha…. peace Ardi).
Dan terakhir adalah Yoga. Kucing
kesayangan kami yang selalu menemani kami tidur. Sahur pun ia bangun. Diam-diam
ia paling suka pulang tengah malam lewat jendela. Ujung-ujungnya, perutnya
membesar. Hamil. Tapi sayang kami tidak mendapatkan siapa pelakunya sebelum
kami meninggalkan lokasi KKN. Mungkinkah kau sudah melahirkan sekarang? Maafkan
aku tak bisa hadir di acara akikahan anak-anakmu. (sad)
Lokasi posko kami yang agak terpencil,
hanya satu rumah di samping posko kami, membuat kami lebih senang mengahabiskan
waktu di sana, apalagi pada minggu pertama. Dan fasilitas jaringan 3G
dibandingkan Korong lain menaiknya rating posko kami sebagai paling sering
dikunjungi. Hahaha…
Tepat di sudut depan kanan posko kami
ada masjid gadang (besar) yang begitu megah, karena berada tepat di atas bukit (Posko
kami tidak nampak dari jalan utama karena terhalang oleh masjid). Masjid itu
dibangun setelah bencana gempa di tahun 2008 dengan menelan biaya miliaran dari
bantuan Oman (katanya). Namun sayangnya digunakan hanya untuk shalat jumat. Atapnya
mulai bocor.
(Buka puasa minggu pertama) |
Pohon durian dan jengkol yang berbatang
besar dan tinggi juga banyak tumbuh liar di depan dan kiri posko sehingga
monyet dan tupai begitu mudah ditemui kala pintu rumah dibuka. Pohon manggis,
sawo, duku, dan jeruk nipis juga ada di sekitar tempat tinggal kami. Kami
sungguh beruntung karena, waktu KKN adalah musim durian, duku, dan manggis
sehingga Alhamdulillah bisa dinikmati.
Ada banyak hal telah kita lalui selama
KKN dari yang menyedihkan, menakutkan, menggalaukan, hingga ketawa-ketawa
bareng. Senang bisa mengenal kalian, semoga kelak kita bisa bertemu kembali,
melepas rindu yang tak kan pernah usai.
*Korong kami hanya bernama Durian Kadok, “Indah” hanyalah
tambahan untuk memberinya singkatn DKI
Komentar