Pandemik Covid-19 yang entah kapan ujungnya berdampak ke segala aspek, termasuk pendidikan. Pembatasan jarak sosial pun mengharuskan kampus melaksanakan perkuliahan secara daring, sistem perkuliahan yang mungkin tidak asing ditelinga kita sejak dulu, namun banyak dari kita yang tidak siap baik secara psikologi maupun secara fasilitas. Salah satu ketidaksiapan itu terlihat dari kita yang mungkin awalnya kebingungan menggunakan beragam platform pertemuan daring, lalu kemudian terjebak dalam fase "kecanduan". Karena perubahan yang tiba-tiba inilah, berbagai kampus mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru demi mengadaptasi sistem perkuliahan daring yang diharapkan dapat memudahkan baik pengajar maupun mahasiswa. Ada yang membuat kebijakan sekadar berupa aturan-aturan pelaksanaan, ada pula yang langsung memberikan kebijakan berupa solusi atau aksi nyata misalnya memberikan subsidi kuota internet kepada mahasiswa. Tapi apa pun itu, yang namanya kebijakan, pasti ada pro dan kontra dari
Kegiatan
kuliah kerja nyata (KKN) bukan hanya untuk memberdayakan masyarakat, tetapi
juga untuk memberikan pengalaman dan pembalajaran bagi mahasiswa sendiri.
Itulah yang diperolah oleh mahasiswa dua perguruan tinggi Universitas
Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, dan Universitas Andalas Padang, Sumatera
Barat. Mahasiswa Unhas dari wilayah timur Indonesia yang mayoritas berasal dari
suku Bugis Makassar dan Unand dari bagian barat dengan mayoritas mahasiswa dari
suku Minang, sama-sama mendapat banyak manfaat saat bekerja sama melaksanakan
KKN.
Sebanyak
20 mahasiswa Unhas dari berbagai jurusan dikirim ke Sumatera Barat untuk melakukan
pengabdian masyarakat. Mereka ditempatkan di beberapa daerah terpencil di
kabupaten Padang Pariaman.
Kerja sama itu untuk memberi pengalaman
belajar lebih kepada mahasiswa Unhas. Tidak sekadar melaksanakan
program-program pengabdian masyarakat, tetapi juga mempelajari budaya
masyarakat suku Minangkabau. Sebaliknya, mahasiswa Unhas juga dapat
memperkenalkan budayanya kepada mahasiswa Unand dan warga setempat.
KKN tersebut bertema “Pembangunan Karakter
Mahasiswa Melalui Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat.” Bentuk aksinya
mahasiswa Unhas dan Unand belajar kearifan lokal dan nilai-nilai sosial
masyarakat setempat. Tentu saja mahasiswa Unhas harus menggunakan energi ektra
karena persoalan perbedaan latar belakang budaya.
Beda bahasa
Dalam pelaksanaanya, mahasiswa Unhas mengikut
aturan dan kebijakan badan pelaksana KKN Unand. Pada awalnya mahasiswa Unhas
mengalami sedikit kesulitan dalam berkomunikasi dengan masyarakat setempat
karena perbedaan bahasa. Beruntung, mahasiswa Unand membantu menjadi penerjemah
dan ikut menyelesaikan program kerja.
Masa KKN selama sebulan lalu itu diisi mahasiswa
Unhas-Unand melakukan sosialisasi penanganan gempa di daerah rawan gempa,
mengajar siswa SD, mengadakan lomba-lomba, dan lainnya.
Sembari
mengajari warga, peserta KKN juga belajar banyak budaya dari masyarakat.
Misalnya peserta KKN Nagari Sikucur, Kecamatan V Koto Kampung
Dalam, yang melaksanakan program latihan seni silat dan tari piring, kedua seni
budaya asli Minang itu mulai tergerus oleh maraknya budaya asing. Ketika mahasiswa
Unand mengajar, rekannya dari Mkaassar ikut mempelajari seni tersebut.
“Saya
beruntung bisa ikut KKN di Sumbar. Kami bertemu orang-orang baru dengan bahasa
Minangnya, bertukar resep makanan dengan teman posko. Pokoknya seru, KKN sambil
belajar, juga jalan-jalan”, kata Sofia, mahasiswa Unhas. Bahkan mahasiswa Unhas
yang memiliki usaha kafe keluarga ini mengaku sudah bisa membuat beberapa
masakan khas Sumatera Barat.
Sementara
Jihan Faradisa, mahasiswa Unand, mengaku senang bisa bekerja sama dengan
mahasiswa Unhas. “Senang mendapat teman baru dari Sulawesi, lucu juga bahasanya
beda, jadi bisa belajar bahasa baru meskipun terkesan lucu”, ujar mahasiswa
Kesehatan Masyarakat Unand tersebut.
Tidak
semua mahasiswa Unhas mendapat kesempatan melaksanakan KKN di luar Sulawesi
karena harus ikut proses seleksi dari pihak kampus. Itulah sebabnya KKN tersebut
meninggalkan kesan mendalam bagi peserta dua perguruan tinggi itu.
Komentar