Pandemik Covid-19 yang entah kapan ujungnya berdampak ke segala aspek, termasuk pendidikan. Pembatasan jarak sosial pun mengharuskan kampus melaksanakan perkuliahan secara daring, sistem perkuliahan yang mungkin tidak asing ditelinga kita sejak dulu, namun banyak dari kita yang tidak siap baik secara psikologi maupun secara fasilitas. Salah satu ketidaksiapan itu terlihat dari kita yang mungkin awalnya kebingungan menggunakan beragam platform pertemuan daring, lalu kemudian terjebak dalam fase "kecanduan". Karena perubahan yang tiba-tiba inilah, berbagai kampus mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru demi mengadaptasi sistem perkuliahan daring yang diharapkan dapat memudahkan baik pengajar maupun mahasiswa. Ada yang membuat kebijakan sekadar berupa aturan-aturan pelaksanaan, ada pula yang langsung memberikan kebijakan berupa solusi atau aksi nyata misalnya memberikan subsidi kuota internet kepada mahasiswa. Tapi apa pun itu, yang namanya kebijakan, pasti ada pro dan kontra dari
(Arsip pribadi) |
Kami percaya bahwa segala kejadian besar di dunia ini,
apa pun itu yang dilakukan oleh umat manusia adalah akibat dari cinta. Entah itu
hal yang baik maupun yang buruk, semua karena cinta.
B.J. Habibie bisa mencintakan pesawat tentu karena
ia mencintai mesin, ia telah bergelut dalam dunia tersebut. Bagaiamana dengan keburukan,
Perang Dunia II misalnya yang katanya penyebab utama adalah Hitler? Justru
karena Hitler sangat mencintai kaumnya, dimana pada masa itu bangsa Arya
beranggapan bahwa bangsa mereka adalah terbaik di dunia ini, mereka yang paling
sempurna dibanding bangsa-bangsa lain, cantik dan tampan dengan postur tubuh
yang sempurna, sehingga mereka mendiskriminasi bangsa lain bahkan ingin
melenyapkannya dari dunia ini, termasuk bangsa Yahudi saat itu
Atau contoh kecil, permusuhan dan perang biasa
terjadi antara mahasiswa Fakultas Sospol dan Teknik di Universitas Hasanuddin dipicu
hanya masalah sepela. Seorang Maba (perempuan) Teknik melapor kepada senior: diganggu
dan digoda oleh mahasiswa Sospol. Maka terjadilah perang karena mahasiswa
Sospol terlalu berlebihan cintanya kepada junior atau loyalitas terhadap fakultasnya,
begitu pun mahasiswa Teknik juga tak mau fakultasnya diganggu karena mereka
cinta.
Mungkin itu cinta yang dikendalikan syetan.
Mungkin benar: Cinta itu dari mata turun ke hati.
Kita mencintai karena tahu siapa yang kita cinta, bahkan semakin kita
mengenalnya semakin tumbuh subur cinta. Saya awalnya tak begitu mengenal sastra
karena itu saya tak cinta. Namun karena telah terlanjur diterima di fakultas
sastra maka saya harus mempelajarinya supaya tahu dan dapat bertahan. Lambat laun
itu menumbuhkan cinta yang saban hari malah makin memuai.
(Arsip pribadi) |
Seperti halnya dengan mencinta seseorang, mencintai
kitab suci kita – Al-Qur’an, mencintai rasul, serta Allah. Mesti didekati supaya
cinta. Begitu pun, mengajarkannya kepada orang lain agar mereka juga tahu, maka
cinta. Ajarkan Alquran kepada anak2 kita, saudara2 kita supaya mereka
mengenalnya, maka mereka akan cinta. Juga kebaikan-kebaikan.
Ketika cinta itu telah berada pada diri manusia,
maka ia akan seperti sebilah tongkat putih yang jika dicelupkan kedalam cairan
berwarna merah, jinggga, kuning, hijau, biru, hitam, atau apa pun namun ia akan
tetap berwarna putih. Karena ia telah ridho dengan cintanya.
Jika kita berhasil mencintai maka sesuatu yang
dicinta itu akan telah merasuk dalam kalbu sehingga niatnya insyaalah baik, tersimpan
dalam pikiran sehingga pemahaman akan menjadi suatu konsep yang utuh, serta akan
menyatu dengan jasad sehingga amal perbuatan kita menjadi rapi dan terstruktur.
Mari memualai sesuatu dengan mencintai Allah, agar
Allah meniupkan cinta-cinta yang lain dalam jiwa kita.
Aamiin.
Aamiin.
*Diterbitkan pada buku inspiratif ODOJers dengan judul "Mencintai Alquran" dengan banyak revisi.
Mengusai Subuh, 20 Maret 2014
Komentar