Pandemik Covid-19 yang entah kapan ujungnya berdampak ke segala aspek, termasuk pendidikan. Pembatasan jarak sosial pun mengharuskan kampus melaksanakan perkuliahan secara daring, sistem perkuliahan yang mungkin tidak asing ditelinga kita sejak dulu, namun banyak dari kita yang tidak siap baik secara psikologi maupun secara fasilitas. Salah satu ketidaksiapan itu terlihat dari kita yang mungkin awalnya kebingungan menggunakan beragam platform pertemuan daring, lalu kemudian terjebak dalam fase "kecanduan". Karena perubahan yang tiba-tiba inilah, berbagai kampus mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru demi mengadaptasi sistem perkuliahan daring yang diharapkan dapat memudahkan baik pengajar maupun mahasiswa. Ada yang membuat kebijakan sekadar berupa aturan-aturan pelaksanaan, ada pula yang langsung memberikan kebijakan berupa solusi atau aksi nyata misalnya memberikan subsidi kuota internet kepada mahasiswa. Tapi apa pun itu, yang namanya kebijakan, pasti ada pro dan kontra dari
Pulang kampus setelah kuliah hari ini terasa
sangat berbeda, tidak seperti biasanya saya harus tunggu dan naik pete-pete
sendiri dengan penuh kegalauan atau bahkan jalan kaki ke pintu dua. Karena hari
ini saya merasakan kebersamaan yang begitu indah dengan 4 orang yang nyambung
sama saya walaupun hanya beberap menit dalam pete-pete menuju pintu dua. Teman
saya yang religius “Abul” terpaksa menuju ke rumah saya karena ia tak sadar ia
telah melewati rumah yang seharusnya ia singgahi sesuai rencana awalnya. Di rumah,
Abul member uang buat beli kopi dan snack, kami sempat ngopi bareng dan cerita
masalah kuliah, pengalaman, bahkan privasi
masing-masing.
Selesai magrib, dengan bermodal keberanian, saya
meminjam motor paman kemudian mengantar Abul ke British English School, tempat
yang seharusnya ia datangi tadi sore. Di sana kami disambut dengan senyuman
hangat dari sepupu Abul. Hanya beberapa menit duduk, saya pamit pulang duluan
karena saya merasa tidak enak pakai motor paman agak lama. Berat rasanya
membiarkan sahabat pulang sendiri nantinya, tapi mau gimana lagi.
Baru beberapa saat menikmati acara TV di rumah, HP
tiba-tiba berdering, “1 new massage “ terbaca dari kejauhan. Ternyata SMS dari Abul
yang minta tolong untuk dijemput dan diantar pulang ke RAMSIS. Kepala ini
tiba-tiba terasa berat penuh kebimbangan, bingung, dan rasa tidak enak. “Apa
yang harus saya lakukan?” tanyaku dalam hati. Berat rasanya tapi saya harus
mampu mengetik SMS ke Abul dengan permintaan maaf karena agak takut dan tidak
enak meminjam motor paman untuk kedua kalinya dalam selang waktu yang singkat,
dan saya tekan send dengan bismillah.
“nda apa-apa ji bro, tapi kalau bisa diusahakan”,
saya baca sms balasan dari Abul. Saya bukan tukang ojek, tapi saya adalah
sahabat. Jadi saya harus berani meminjam motor untuk kedua kalinya melebihi
tukang ojek karena saya adalah seorang sahabat. Saya balas, “ok, just wait me”.
Saya pinjam motor paman dan siap melaju melebihi
tukang ojek. Setelah sampai di British English School, saya siap melaju lagi
menuju RAMSIS bersama Abul. Kami enjoy perjalanan dimalam yang panas tersebut
dengan membahas hasil pembicaraan Abul dengan sepupunya itu. Motor melaju
semakin pelan memasuki area RAMSIS hingga akhirnya berhenti tepat di depan kamar Abul.
“Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah”,
teriakku.
“Kenapa, kenapa, kenapa ???,, jangan cemas, jangan
cemas Ahmad”, kata Abul
Kunci motor yang saya kendarai ternyata jatuh. Saya
betul-betul ceroboh, saya lupa mengantongi kunci motor tersebut setelah
menghidupkannya sebelum berangkat dari tempat Abul tadi, karena kunci tersebut
memang sangat longgar dari standnya dan sering jatuh.
“Ya sudah, ayo telusuri jalan yang dilewati tadi”,
guman Abul.
Dengan perasaan penuh cemas, motor kami kendarai
dengan sangat pelan. Kami telusuri jalan, dan sesekali Abul harus jalan kaki
mencari di arah lain. Saya lirik HP telah menunjukkan jam 21.30, ternyata kami
telah menghabiskan lebih dari 70 menit, bahkan sempat kami putus asa dengan
bermaksud untuk mencari tukang duplikat kunci yang bisa mengatasi ini. Tapi
ternyata Sang Pencipta berkehendak lain, sampai di tempat start di BTP tadi,
saya lihat benda kecil hitam bulat agak panjang tergeletak di pinggir jalan dan
Alhamdulillah ya Allah,, Engkau memang maha Penolong, itu adalah kunci motor
dan gantungannya yang nampak dari kejauhan.
Perasaan senang yang tak terhitung, tak
terdefinisikan hinggap di hati kami. Kami Cuma bisa saling tersenyum dan saling
tertawa menertawai diri sendiri tanpa bahasa apa pun.
#Bersambung#
Komentar