Pandemik Covid-19 yang entah kapan ujungnya berdampak ke segala aspek, termasuk pendidikan. Pembatasan jarak sosial pun mengharuskan kampus melaksanakan perkuliahan secara daring, sistem perkuliahan yang mungkin tidak asing ditelinga kita sejak dulu, namun banyak dari kita yang tidak siap baik secara psikologi maupun secara fasilitas. Salah satu ketidaksiapan itu terlihat dari kita yang mungkin awalnya kebingungan menggunakan beragam platform pertemuan daring, lalu kemudian terjebak dalam fase "kecanduan". Karena perubahan yang tiba-tiba inilah, berbagai kampus mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru demi mengadaptasi sistem perkuliahan daring yang diharapkan dapat memudahkan baik pengajar maupun mahasiswa. Ada yang membuat kebijakan sekadar berupa aturan-aturan pelaksanaan, ada pula yang langsung memberikan kebijakan berupa solusi atau aksi nyata misalnya memberikan subsidi kuota internet kepada mahasiswa. Tapi apa pun itu, yang namanya kebijakan, pasti ada pro dan kontra dari
The Stolen Child
(smartnovel.blogspot.com) |
Ketika matahari terbit dan tenggelam dan saya tidak melakukan
apa-apa, di situ saya kadang merasa sedih. :(
Sediakan buku sebelum datang masa ketika kamu sendiri di rumah dan bingung
mau mengerjakan apa, atau sebelum masa ketika kamu telah mencapai titik jenuh
atas aktivitas yang kamu lakukan secara berulang-ulang. Misalnya ketika lelah
dengan pengerjaan skripsi yang membosankan itu.
Seperti yang saya lakukan. Teman saya meminjamkan novel
yang menurutnya keren, The Stolen Child
karya Keith Donohue.
Sebuah novel terjemahan dari bahasa Inggris yang aslinya
ditulis tahun 2006, diterjemahkan 2007 oleh Dastan Books. Kualitas
terjemahannya lumayan bagus sehingga alur cerita mudah dipahami. Menurut teman
saya, Dastan Books memang banyak menerjemahkan karya-karya terbaik dengan
terjemahan mereka bagus.
The Stolen Child atau Anak yang Diculik, mengisahkan tentang kehidupan seorang anak yang
diculik dan ditukar dengan seorang peri yang mengubah wajahnya seperti anak
yang diculik tersebut. Penuh misteri dan teka-teki.
Ada dua gambaran kehidupan dalam karya. Pertama adalah
kehidupan seorang manusia pada umumnya, seorang anak kecil yang tinggal di
pinggir hutan bersama ibu bapaknya dan mempunyai dua adik perempuan kembar.
Kedua, kehidupan kelompok peri yang disebut Hobgloblin
yang secara fisik mirip anak-anak kecil manusia pada umumnya, namun sebenarnya
mereka telah berumur berpuluh-puluh hingga beratus-ratus tahun. Fisik mereka
tidak mengalami perkembangan. Hingga orang yang memainkan peran tersebut
bertukar - Hobglobin akan menjadi
anak manusia dan si anak manusia akan menjadi Hobglobin.
Hobglobin juga
dulunya adalah seorang anak manusia yang menjalani kehidupan seperti biasa,
lalu ia diculik dan ditukar oleh Hobglobin
lainnya sehingga ia juga menjadi Hobglobin.
Di dalam cerita tidak dijelaskan siapa yang pertama memulai penculikan sehingga
memunculkan hobglobin-hobglobin baru.
Novel ini sedikit kompleks, saya agak pusing menjelaskan.
Kelompok peri ini menjalani kehidupannya di tengah hutan,
memakan umbi-umbian, serangga, hewan buruan, dan sesekali mencuri makanan di
kota. Mereka menggali dan tinggal di terowongan ketika musim dingin datang.
Hobglobin yang
terdiri dari 11 anak kecil, perempuan maupun laki-laki. Setiap dari mereka akan
mendapatkan giliran untuk bertukar dengan anak manusia. Yang mendapat giliran disebut
sebagai Changeling. Ketika telah
mendapatkan anak manusia sebagai target, mereka akan bekerja sama menguntit
kehidupan si anak. Mencari tahu makanan kesukaannya, nama teman-temannya,
kebiasan, dan semua hal. Perlu waktu sekitar satu tahun untuk memata-matai
sebelum anak itu diculik dan ditukar dengan seorang Changeling.
The Stolen Child, (*Hingga sekarang saya belum paham, kenapa novel asing ketika
diterjemahkan, judul karyanya tidak ikut diterjemahkan) menurut saya novel yang
unik, menggunakan dua sudut pandang. Dua tokoh utama masing-masing menceritakan
kisahnya. Si Hobglobin yang telah
mengambil kedudukan anak manusia dan Si anak yang bernama Henry Day yang sekarang
menjalani kehidupan sebagai Hobglobin
setelah namanya diganti menjadi Aniday.
Pada awal cerita, pengarang memberi gambaran tentang apa
itu Hobglobin, dan bagaimana
kehidupan mereka sehingga tidak membuat saya sebagai pembaca pusing dengan
istilah-istilah peri. Namun justru yang memusingkan adalah nama kesebelas Hobglobin. Nama mereka terlalu sering muncul.
Buku ini, membuat pembaca percaya tidak percaya dengan
mitos tentang Hobglobin atau peri hutan. Karena di satu sisi, dijelaskan dalam
karya bahwa kehidupan para Hobglobin
hanya dipercaya sebagai mitos belaka oleh masyarakat - sehingga tidak pernah
terpikirkan bahwa pertukaran bisa saja benar-benar terjadi dan melibatkan anak
mereka. Di sisi lain, melalui tokoh Changeling
pengarang menegaskan bahwa peri hutan benar-benar ada dan pertukaran antara
manusia dan Hobglobin benar-benar terjadi.
The Stolen Child saya selesaikan dalam beberapa minggu (maklum, pikiran terbagi antara
skripsi dan membaca). Namun, sebenarnya jika menghitung hari membacanya hanya
3-4 hari. Novel terjemahan setebal 584 halaman ini masih meninggalkan teka-teki
setelah membacanya. Mungkin itulah yang membuatnya menarik.
Saya menulis maka saya ada. Saya menulis “resensi” ini sebagai
usaha untuk menjaga ingatan bahwa benar saya telah membaca The Stolen Child dan semoga saya tidak lupa dengan kisah-kisahnya
yang misterius itu. Menarik. Wajarlah jika meraih The New York Times Bestseller.
Komentar