Pandemik Covid-19 yang entah kapan ujungnya berdampak ke segala aspek, termasuk pendidikan. Pembatasan jarak sosial pun mengharuskan kampus melaksanakan perkuliahan secara daring, sistem perkuliahan yang mungkin tidak asing ditelinga kita sejak dulu, namun banyak dari kita yang tidak siap baik secara psikologi maupun secara fasilitas. Salah satu ketidaksiapan itu terlihat dari kita yang mungkin awalnya kebingungan menggunakan beragam platform pertemuan daring, lalu kemudian terjebak dalam fase "kecanduan". Karena perubahan yang tiba-tiba inilah, berbagai kampus mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru demi mengadaptasi sistem perkuliahan daring yang diharapkan dapat memudahkan baik pengajar maupun mahasiswa. Ada yang membuat kebijakan sekadar berupa aturan-aturan pelaksanaan, ada pula yang langsung memberikan kebijakan berupa solusi atau aksi nyata misalnya memberikan subsidi kuota internet kepada mahasiswa. Tapi apa pun itu, yang namanya kebijakan, pasti ada pro dan kontra dari
Aku masih teramat lelah kala itu, ketika mama memintaku ke rumah tetangga sebelah. Bagaimana tidak, baru sekitar sejam lalu aku tiba di rumah setelah lebih dari empat jam duduk berdesak-desak dalam mobil panter yang melaju melewati jalur Buludua. Kusempatkan pulang hari itu, meski sebenarnya libur hanya sehari untuk pesta pemilu lima tahunan saja. “Lumayan ada tambahan satu suara,” begitulah kata mama saat ia berusaha membujukku lewat telepon. Memang satu suara sangat penting bagi caleg manapun termasuk bagi sanak saudaraku yang menjadi caleg DPR Daerah. Kesempatan itu juga bisa melepaskanku dari masalah-masalah kampus barang satu atau dua hari. Kumelangkah menuju rumah tetangga yang telah ramai sedari tadi. Kubiarkan Ridho, teman seasramaku yang ikut denganku ke kampung halaman istirahat sendiri di depan TV. Aku tak perlu kawatir jikalau dia mole karena ia selalu punya cara untuk melawan kesendirian. Aku canggung ketika kaki-kakiku menuruni anak tangga. Karena ya